#randompost

image

“where did you hide your wings?”

found this photo on tumblr, she’s Tiffany Hwang from girls’ generation, one of my fave kpop girl-band and yes, she is my bias. :3

#nah #Idontcarewhatyouthink #yeah #Imakpopfan

Posted from WordPress for Android

how’s life boll? #postgradlife

hello wor(l)d!

menyempatkan diri untuk menulis singkat di halaman ini–mendiamkan sejenak microsft word untuk beristirahat dari kesibukannya selama beberapa minggu terakhir–saya rindu bercerita di sini namun hal tersebut sulit terwujud karena skala prioritas. 😦

how’s life boll?

well, life’s good. God is good all the time, so yeah my life is good.

memasuki bulan kedua menjalani #PostGraduateLife banyak hal yang saya harus hadapi, adjustment diri terhadap jurusan baru menjadi tantangan terutama yang harus dijalani di awal fase baru dalam kehidupan saya. awal-awal perkuliahan di pascasarjana saya sempat berpikir dan bertanya-tanya apakah saya salah jurusan? setelah saya renungkan, tidak sama sekali, saya tidak salah jurusan. justru saya berada di jurusan baru dengan pola didikan yang amat sangat berbeda dengan jenjang strata satu saya sebelumnya, dan iya, saya mengalami culture shock.. sangat amat shock lebih tepatnya. namun setelah mengevaluasi diri saya sadari bahwa apa yang saya terima selama empat tahun menimba ilmu di jenjang strata satu mengajarkan saya banyak hal, terutama membuat saya menjadi manusia yang humanis namun sayangnya sistem atau pola didikan di fakultas tempat saya menempuh strata satu bisa dikatakan kurang ketat/disiplin cenderung santai sehingga hal inilah yang menjadi faktor utama culture shock saya ketika masuk di sekolah hukum. meski di jurusan terdahulu sudah terbiasa dibantai dengan banyak buku dengan teks berbahasa asing, tetap saja saya mengalami kesulitan menghadapi budaya di sekolah hukum. pola pikir yang berbeda, kebiasaan-kebiasaan akademik yang berbeda, segala-nya sangat berbeda.. saya sangat tidak nyaman awalnya namun akhirnya saya menerima kenyataan dan keadaan bahwa semua ini adalah suatu proses yang membentuk diri saya menjadi pribadi yang lebih baik lagi dalam sisi akademik, sisi pribadi? saya tetap mempertahankan ke-humanis-an yang merupakan hasil produksi selama empat tahun di jenjang strata satu. πŸ™‚

kesulitan? banyak. saya bukan lulusan strata satu di bidang hukum, dan sekarang saya mengambil jenjang strata dua di bidang hukum–pilihan ini saja sudah menimbulkan banyak pertanyaan, bahkan dari kalangan profesor/guru besar/dosen-dosen di jenjang strata dua hukum ini. singkat kata, sebagai seorang lulusan non-hukum yang mengambil strata dua di bidang hukum, banyak tantangan yang harus dihadapi yang muncul dari sisi eksternal-internal, vertikal maupun horizontal, banyak sekali.. terlalu banyak jika harus saya uraikan satu persatu.

saya kesal. amat sangat kesal. apa yang membuat saya kesal? karena saya bukan lulusan hukum? bukan. saya (sempat) kesal dengan berbagai pandangan yang terkesan merendahkan para sarjana non-hukum yang mengambil ilmu hukum di jenjang strata dua-nya. dan itu nyata terjadi, vertikal maupun horizontal.. eksplisit maupun implisit. saya (sempat) sedih. tapi saya tidak peduli. saya mencari ilmu bukan rekognisi. πŸ™‚

mengeluh? duh. sering. mengeluh tentang apa? apa itu mengeluh sih sebenarnya? subjektif sekali ya satu kata itu. saya mengeluh soal apa? soal kesulitan dan tantangan? iya sudah pasti, tapi saya keluh kesahkan secara pribadi kepada yang Berkuasa dan juga rekan yang memang dapat dipercaya untuk selanjutnya saling mengevaluasi diri dan saling menguatkan. selebihnya? saya share beberapa perenungan saya selama memulai #postgraduatelife kepada teman-teman–secara pribadi ataupun masal, tentu pengalaman perasaan yang ingin saya bagikan. tapi sejauh ini, saya sangat menikmati proses kehidupan saya di pascasarjana ini, meski sulit karena sangat berbeda dengan bidang ilmu yang terdahulu saya pelajari, semua hal dalam kehidupan perkuliahan sekarang ini sangat mendorong saya untuk belajar lebih dan lebih lagi, agar memahami benar apa yang saya pelajari. seru ternyata. amat sangat seru. meski bayangan tentang #postgraduatelife sangat melebihi ekspektasi awal sebelum menjalani.

sempat saya merenung bersama seorang rekan yang sedang menjalani #postgraduatelife di jurusan ternama di kampus–yang katanya terbaik di negara ini (amin)–mengenai #postgraduatelife. banyak orang yang setelah menyelesaikan studinya di strata satu akan langsung menghadapi sulitnya bersaing dalam dunia kerja. syukur-syukur jika langsung mendapatkan pekerjaan, dan tak jarang di antara mereka akan berkata betapa mereka merindukan masa-masa kuliah. saya dan rekan saya merenung bersama, sebenarnya apa yang dirindukan? momen menjalani masa-masa di kampus saat strata satu atau momen duduk di kelas menimba ilmu? d’oh kalau kata Hommer Simpsons.Β banyak yang berkata “rindu kampus” atau “rindu kuliah”, saya rasa perlu dicermati lagi konsep rindunya itu bagaimana. πŸ™‚ karena kalau sekedar rindu, saya rasa banyak cara untuk memenuhi kerinduan tersebut tanpa harus susah-susah menghadapi proses seleksi untuk “kembali ke kampus”.

saya coba merenungkan kembali keputusan saya untuk melanjutkan studi langsung tanpa terlebih dahulu mencicipi dunia kerja. apa itu keputusan yang tepat? menurut siapa dulu? huehehehe. bukan keputusan yang mudah bagi saya, untuk memutuskan langsung melanjutkan studi tanpa terlebih dahulu mencicipi dunia kerja. saya merasa banyak kekurangan–well, siapa yang selalu merasakan kelebihan?–semasa menjalani perkuliahan di strata satu, saya masih ingin belajar–ini keinginan dan motivasi terutama–namun sangat salah ketika saya berpikir bahwa kehidupan di jenjang strata dua akan serupa dengan strata satu. salah. salah besar sob. jelas beda, saya tahu itu konsepnya. saya tahu bahwa rasanya akan berbeda–tapi saya tidak tahu akan seperti apa rasa berbedanya itu. dicermati lagi ya kalimat barusan yang saya tulis. cermati dan hayati. πŸ˜› saya coba berdialog dengan diri saya sendiri, selama saya menimbang untuk lanjut studi atau terjun ke dunia pekerjaan.. apa yang saya tuju? apa yang saya cari? kenapa harus sekarang lanjut studinya? kenapa tidak bekerja dulu?–karena banyak orang-orang berpendapat: katanya S2 tanpa pengalaman kerja itu sia-sia, susah cari kerja. duh. wahai orang-orang yang berpendapat demikian, hari gini apa-apa susah kali. semuanya susah kali, tidak ada kan hal yang anda dapatkan dengan cuma-cuma selain nafas kehidupan anda? nah. selama menimbang pilihan untuk lanjut studi atau bekerja, saya berhadapan dengan kegagalan–gagal lulus seleksi masuk di sekolah yang saya impikan. satu kali gagal, sedihnya sampai satu bulan lebih. bimbang muncul lagi, masa depan seakan jadi ajang judi, kalau coba terus gagal lagi gimana? apa memang tidak diijinkan untuk langsung studi oleh semesta dan penciptanya? apa harus cicipi dunia kerja dulu? semua pertanyaan mendorong saya untuk melepaskan keinginan lanjut studi. namun ada dorongan untuk diri saya: baru satu kali gagal masa sudah mau menyerah? baru satu kali gagal sudah takut coba lagi.. baru satu kali gagal sudah langsung ragu sana-sini. cih. manusia ini. benar-benar butiran debu ternyata. akhirnya di kesempatan kedua saya berhasil lulus di sekolah yang saya impikan–tempat yang sejak dulu saya yakini adalah tempat yang dapat membantu saya meraih cita-cita saya. selesai? oh tidak. banyak lagi proses pendewasaan yang harus saya hadapi, yang terutama adalah mengenai mengambil keputusan akan pilihan. lain waktu akan saya tuliskan ini secara khusus..

semua proses selama hampir satu tahun untuk mengambil keputusan lanjut studi atau bekerja menjadi perenungan penting saya di saat saya menghadapi kesulitan menjalani perkuliahan S2 ini. apa yang membawa saya hingga sampai ke sini? dan ya, saya tahu apa jawabannya namun maaf tidak dapat dituliskan di sini.. πŸ˜€ jadi setiap saya menghadapi kesulitan, saya melihatnya sebagai suatu tantangan yang mendorong saya untuk “berproses menjadi” lebih lagi.. karena keberadaan saya di saat ini adalah keinginan yang diberikan bukan dengan kebetulan belaka. saya yakin, ada jalur yang harus saya lalui meski saya tidak tahu seperti apa akhirnya jalur itu.

kenapa sih boll cerita panjang lebar ngalor ngidul soal #postgraduatelife?

sekedar ingin sharing saja, wor(l)d. karena #postgraduatelife memang pada kenyataannya sangat berbeda dan memiliki standar yang (terlalu) tinggi (sih kadang saya merasanya. huehehehe.) yang mungkin tidak akan memenuhi ekspektasi dari orang-orang yang ingin kembali studi atau kembali ke kampus dengan alasan “rindu kampus” ataupun “rindu kuliah” atau mungkin alasan “capek kerja, enak-kan kuliah saja” atau mungkin “temen-temen gw udah pada S2, gw jugalah, gamau kalah”–duh ini yang terakhir mah jangan sampai terjadilah pada anda.. hari gini masih ikut-ikutan orang lain, mending saya deh masih ngikut orang tua. #eh

well, jangankan beberapa term tersebut yang perlu ditelusuri lagi, semua hal dalam hidup ini pun perlu kita telusuri lagi bukan? saya sempat merasakan rindu yang demikian, namun saya sadari, yang saya rindukan itu adalah momen-momen ketika saya hidup di masa menempuh pendidikan jenjang strata satu, dimana hal tersebut tidak saya temukan kembali di #postgraduatelife ini. tentu saja, ya, tentu saja setiap pemababakan hidup memiliki kisahnya masing-masing, hal ini yang kadang luput dari ingatan dikarenakan rasa rindu yang terlalu menyelimuti hati hingga memberikan kabut pada logika. #beuh #kegenitanfilosofisnampaknyabahasanya #lol

saya yakin, anda-anda sekalian yang mungkin membaca tulisan ini, mempunyai pandangannya tersendiri mengenai masa depan anda masing-masing. itu hal yang tentu saja pasti demikian adanya. posisi saya di sini hanya berbagi apa yang saya alami dalam kehidupan saya sekarang ini.. πŸ™‚ kenapa boll nulis begini? well, di dunia yang serba canggih ini (karena teknologi sudah maju) alangkah baiknya memberikan #hastag untuk memperjelas konteks yang dibicarakan, agar tidak terjadi miskonsepsi atau miskomunikasi. intinya, posisi penulis harus jelas membicarakan apa dalam konteks apa, karena dunia maya adalah lapangan bermain yang sangat luas bagi proses interpretasi seseorang. tidak, saya tidak meminta anda untuk setuju. saya lebih suka anda tidak setuju, agar kita bisa “berkelahi” dalam ring bernama diskursus. πŸ™‚

baiklah.. si microsoft word kesenangan tuh didiemin lumayan lama.

sampai jumpa di post selanjutnya, wor(l)d. πŸ™‚

how are you, dear? how’s life? oh of course I miss you so bad!